Dugaan Korupsi, Jaksa Periksa 13 Jajaran BSI Bima

lintasra | 3 July 2024, 23:19 pm | 200 views

BIMA, LINTASRAKYATNTB.COM –Kasus dugaan korupsi penyaluran dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) di BSI Bima Cabang Soetta 2 terus diungkap Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima.

Setelah memeriksa ratusan orang nasabah, giliran jajaran direksi, manajemen, auditor internal hingga marketing yang dipanggil.

“Ada sekitar 13 orang (direksi BSI) yang akan kita periksa nanti,” ucap Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Bima, Catur Hidayat.

Sebanyak 13 orang jajaran BSI Bima Soetta 2 yang akan diperiksa tersebut mulai dari direksi, manajemen, auditor internal hingga marketing.

“Pemeriksaan mulai hari ini sampai selesai,” tambahnya.

Pemeriksaan terhadap jajaran BSI tersebut dilakukan menindaklanjuti hasil ekspose dengan Inspektorat Kabupaten Bima.

“Sudah ekspose dengan inspektorat dan akan membantu kejaksaan untuk menghitung kerugian negara,” ujarnya.

Dia memastikan, dalam kasus penyaluran dana KUR mikro Sapi di BSI Bima Soetta 2 diduga ada kerugian negara, namun angka belum bisa disimpulkan

“Penyidik kemudian memperdalam dengan melakukan pemeriksaan maksimal terhadap para pegawai BSI ini,” terangnya.

Selain melakukan pemeriksaan, penyidik juga rutin melakukan penyitaan uang KUR. Hingga sekarang total yang sudah disita sebesar Rp266.950.000.

“Oleh penyidik uang tersebut sudah dititipkan ke rekening penampung lain Kejaksaan Negeri Bima,” sebutnya.

Untuk para saksi lain, nasabah sudah dilakukan pemeriksaan lanjutan hingga ke desa-desa di Kecamatan Monta. 

Pantauan wartawan di Kantor Kejaksaan Negeri Bima, sekitar pukul 10.00 WITA sebanyak 5 orang jajaran BSI Bima Soetta 2 hadir.

Saat dijumpai wartawan di ruang tunggu, para pegawai yang hendak diwawancarai kompak menolak.

“Nanti saja mas,” kata mereka pada wartawan.

Diberitakan sebelumnya, dugaan korupsi penyaluran dana KUR di BSI Bima Cabang Soetta 2 terjadi pada 2021-2022.

BSI Bima Cabang Soetta 2 menyalurkan KUR mikro Sape pada ratusan nasabah dengan nilai bervariasi, mulai Rp.20 juta hingga Rp250 juta per orang. 

Diduga terjadi pemotongan sebagai biaya jasa terhadap pengurusan administrasi dan ada nasabah fiktif dengan dugaan nilai kerugian negara mencapai Rp10 miliar. (*)

 

 

Berita Terkait